We are all like the bright moon, we still have our darker side

Senin, 09 Februari 2015

IPK Tak Sesuai Dengan Harapan? Itu Tak Perlu Untuk Ditangisi

Percakapan :
Ortu  : "Berapa IPK kamu sekarang?”
Anak : “NGGGGG…belum keluar semua.”
Ortu : “Berapa?" 
Ortu : “Jelek, Bu.” 
*Ibu pun mengerutkan dahi*


Indeks Prestasi Kumulatif (IPK)sparuh nyawa bagi para mahasiswa. Selain jadi bukti pada orangtua kalau kamu niat kuliah, IPK juga  standar persaingan prestasi antar mahasiswa di kampus. Wajar jika kamu berusaha mati-matian agar mendapatkan IPK yang bagus.
Namun apa daya, setelah berusaha keras, kamu menghadapi kenyataan bahwa IPK-mu tidak sesuai dengan harapkan. Ini membuat putus asa.
Tak perlu kamu kecewa, justru malah bisa mengakali keadaan tak ideal ini, kamu bisa tumbuh menjadi mahasiswa “paket istimewa”.
Daripada menangisi angka IPK, lebih baik kamu memikirkan hal-hal di bawah ini saja :

1. "Anggaplah kuliah itu seperti menu makan: IPK adalah nasinya, pengembangan skill dan pola pikir lauk-pauknya. Mendewakan IPK sama halnya dengan hanya memakan nasi — kamu akan kurang gizi."


            Jika kamu tak puas dengan IPK-mu yang sekarang, bisa jadi sebenarnya dalam hati kamu  adalah orang yang punya ambisi. Mungkin kamu gagal mendapatkan prestasi akademik secemerlang harapan karena kamu begitu sibuk menyalurkan ambisimu di tempat-tempat lain, misalnya organisasi kampus atau komunitas hobi di kotamu. Cobalah tilik lebih dalam ke dirimu sendiri: bukankah dari kegiatan berorganisasimu selama ini, kamu telah menempa pola pikir dan soft skill yang dibutuhkan sebagai seorang profesional?
 3."Mendapatkan IPK tak sesuai harapan akan membuatmu sadar bahwa hasil usaha tak melulu berbentuk angka. Ilmu yang bermanfaat adalah hal utama, dan toh kamu sudah mendapatkannya."
 4. "Tidak dapat dipungkiri, orangtuamu akan bangga jika kamu punya IPK tinggi. Namun menganggap bahwa hanya itu saja yang bisa membanggakan mereka pun sempit sekali."
5. "Naif jika bilang IPK tidak penting sama sekali. Tapi, naif juga menggantungkan masa depanmu pada angka-angka mati."
6. "Tak perlu mengutuki diri sendiri. Jika kamu memang masih punya waktu dan peluang, inilah saatnya mengkoreksi cara belajarmu selama ini."

           Dengan mengembangkan soft skill dan pengalaman, jangan heran JIKA KAMU bisa menjadi kandidat yang dicari banyak perusahaan. Di lain sisi, dengan pola pikir yang maju kamu pun bisa membuat masa depan yang cerah tanpa harus mengandalkan apa yang tertera dalam ijazah. Setiap orang pasti punya keunggulannya masing-masing. Haram hukumnya untuk cepat menyerah hanya karena IPK yang tidak summa cum laude.

2. "IPK tak akan sepenuhnya menentukan masa depan. Justru, yang lebih
       berpengaruh adalah karakter kepemimpinan seseorang."

          Hey, tenanglah. Kamu gak perlu lagi menghabiskan waktumu untuk mengkhawatirkan masa depan. Justru sekarang saatnya kamu memanfaatkan momen untuk memperbaiki sistem belajar atau mengasah kemampuan yang bisa mengantarkanmu pada kesuksesan di masa depan. Salah satunya adalah karakter kepemimpinan.
           Mungkin kamu sudah mencoba belajar maksimal, namun IPK masih juga jauh dari target yang kamu inginkan. Maka gak ada salahnya kamu mulai memperhatikan potensimu yang lain, misalnya memupuk jiwa kepemimpinan yang kamu punya untuk bisa menjadi orang besar. Karena gak sedikit kok orang-orang besar justru datang dari IPK rendah yang punya jiwa kepemimpinan tinggi. Jika kamu tak mudah putus asa hanya karena IPK, siapa tahu kamu jutru bisa menjadi seperti mereka.

    
   Hidup memang kadang menyajikan berbagai kejutan yang tidak terduga, gak terkecuali tentang perkuliahan. Saat 4 tahun kamu sudah berusaha mati-matian untuk mendapatkan predikat cum laude, eh ternyata kenyataan menawarkan cerita yang lain. Nilai IPK yang tercantum di ijazah berbeda dari ekspektasimu sebelumnya. Gak jarang hal ini membuatmu merasa kecil hati untuk bermimpi tinggi.
        Tanpa harus mengutuki diri sendiri, gak ada salahnya kamu mulai memandang IPK minim dari perspektif yang lain. Hasil dari proses belajar tak harus selalu diwujudkan dalam bentuk angka. Yang lebih penting adalah seberapa luas gudang ilmu yang kamu punya, dan seberapa mampu kamu memanfaatkannya untuk kepentingan masyarakat. Misalnya, mungkin kamu gagal mendapatkan nilai A dalam ujian kimia lanjut, tapi mungkin saja kamu justru berhasil mengaplikasikan reaksi kimia sederhana untuk menciptakan suatu barang yang punya nilai jual. Kalau sudah begini, apa IPK masih mau kamu tangisi?

   
    Selain menjadi penentu eksistensimu sebagai mahasiswa, IPK juga gak jarang bisa menjadi penentu kebahagian orangtua. Sampai-sampai kamu harus membiasakan diri dengan pertanyaan “IPK-mu sekarang berapa?”. Karena harapan mereka hanyalah kamu bisa membawa pulang angka IPK yang tinggi sebagai bukti anaknya benar-benar kuliah dengan baik. Jadi kamu pasti akan merasa tak enak hati saat harus memberi hadiah orangtuamu dengan IPK yang pas-pasan.
      Tenanglah. Mungkin orangtuamu belum bisa merasa bangga dengan IPK-mu yang sekarang. Tap pastikan kamu punya bekal lain yang bisa diandalkan, yaitu pengalaman. Mungkin kamu gak bisa membawa sederetan nilai A di transkrip, tapi kamu punya seabrek pengalaman luar biasa yang gak banyak mahasiswa lain dapatkan. Bisa saja bukan, kamu seorang aktivis organisasi atau sudah sering ikut diskusi politik ke luar negeri? Intinya, kamu masih bisa mengandalkan banyak hal untuk membuat orangtuamu bangga nantinya.


     Rasanya naif sekali jika aku bilang IPK tidak penting. Tak dapat dipungkiri, IPK tinggi bisa melancarkan seleksi berkasmu saat melamar pekerjaan. Nilai IPK yang cemerlang juga bisa sangat membantumu saat seleksi berkas beasiswa. Tapi, naif juga jika kamu bilang bahwa IPK adalah segalanya.
     Setelah seleksi berkas tahap pertama, perusahaan akan berusaha menggali dari dirimu kualitas yang lebih dari angka-angka yang tertera di ijazah dan transkripmu. Itulah mengapa saat wawancara kerja kamu akan ditanyakan seberapa mudah kamu bekerjasama, apakah kamu mampu bertanggung jawab dan amanah, serta seberapa cepat kamu bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Kualitas-kualitas ini akan dibuktikan sekali lagi dalam focus group discussion. Jadi, jangan berkecil hati ketika IPK-mu tidak sempurna. Tak jarang, sebuah perusahaan akan berani memberikanmu masa uji coba jika kamu bisa membuktikan pada mereka bahwa kamu punya kualitas-kualitas yang mereka butuhkan.

       
       Nilai IPK yang rendah bukan kiamat, karena ini bukan akhir dunia yang akan mengantarmu ke akhirat. Tanpa perlu mengutuki diri sendiri, alangkah baiknya kamu coba meluangkan waktu sendiri. Apakah ada yang salah dengan sistem belajarmu selama ini? Apakah mungkin secara gak sadar kamu menganggap enteng kuliah? atau mungkin kamu selama ini malas mengerjakan tugas? atau bahkan ini semua sudah maksimal?
    Tanpa perlu merasa tak berguna, gak ada salahnya coba kamu tanyakan lagi pada diri sendiri tentang apa yang selama ini kamu cari? Nilai A? Predikat Cum Laude? Ilmu yang bermanfaat? Membangun pola pikir maju? Hanya kamu yang tahu jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini.
      Punya IPK tinggi gak perlu bikin jumawa, dan punya IPK lebih rendah bukan berarti kamu celaka. Jika kamu masih bisa memperbaikinya, cobalah sekuat tenaga untuk mengubah ya. Jika tidak bisa, menyesal juga untuk apa? Pastikan saja kamu memaksimalkan bakat-bakat di kegiatan non-akademik yang kamu suka. Karena masa depan bukan hanya dibangun oleh angka –karakter kepemimpinan, pengalaman, dan pola pikir juga sama pentingnya.

1 komentar: